Sabtu, 13 Juni 2020

Artikel Demokrasi

MARI BERPILKADA YANG BERBUDAYA DAN BERMARTABAT

Oleh:

Nurliah

            Demokrasi merupakan salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Secara umum demokrasi diartikan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang masing-masing rakyat atau warga negara memiliki hak yang sepadan atau sama mengenai pemilihan sebuah keputusan yang akan membawa dampak bagi kehidupan warga negara. Sistem demokrasi ini tujuannya adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maksudnya dalam pemilihan pemimpin langsung dipilih oleh rakyat yang nantinya terpilih akan menjadi pelayan rakyat.

            Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkaudalatan. Pemerintahan negara terbentuk melalui pemilu yaitu yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat, yang diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Pemilihan umum harus benar-benar dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena, terpilih atau tidaknya pemimpin yang dapat dipercaya, bergantung pada rakyat.

            Miris adalah kata yang sesuai untuk menggambarkan pemilu di negara kita ini, di Indonesia. Bagaimana tidak, kecurangan, money politic (politik uang), black campaign (kampanye hitam), KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), golput serta tindakan anarkis tidak lepas dari sistem demokrasi yang berlaku sekarang. Demokrasi yang diharapkan mampu menjadi solusi ternyata tidak manjur, bahkan jauh panggang dari api. Demokrasi tidak mampu menjembatani negara ini ke cita-citanya mensejahterakan rakyat. Hal seperti ini sebaiknya tidak terjadi dalam pemilu khususnya pilkada tahun ini di Sulawesi-Selatan. Sebab hal demikian bukanlah karakter budaya orang Sulawesi-Selatan. Sukses demokrasi secara benar dan adil ditentukan oleh sukses kita dalam menempuh cara yang adil untuk meraih hasil pilkada yang demokratis dan adil. Saat ini sangat dibutuhkan disiplin tinggi dan tangguh dalam hidup berbangsa dan bernegara dengan menaati UU dan berbagai peraturan agar berpilkada secara benar.

            Pilkada sebagai kontestasi politik ibaratnya sebuah pertandingan sepak bola. Adu strategi dan pola pergerakan. Fokus pada penyerangan atau pertahanan. Adapun pola yang dimainkan tujuannya untuk mencapai kemenangan. Namun, dalam pertandingan sepak bola sangat dijunjung tinggi namanya “Fair play” dan sportifitas. Soyogianya dalam pilkada harusnya demikian juga, bersaing dengan sehat. Pilkada harus jadi kontestasi yang bermartabat. Jangan sampai pesta demokrasi rusak oleh racun demokrasi, karena itu sama sekali tidak bermaslahat bagi kemajuan peradaban dan itu bukanlah karakter budaya kita.

            Racun demokrasi seperti, money politic, black campaign, KKN, kecurangan serta tindakan anarkis perlu diredam untuk mencegah terjadinya polarisasi masyarakat, dengan menerapkan peace bulding. Jika menang, menanglah dengan elegan dan bermartabat, bersaing secara sehat dengan berkampanye yang sifatnya mengajak masyarakat untuk peduli terhadap daerah. Saat berkampanye yang disampaikan  adalah seputar visi dan misi untuk memimpin 5 (lima) tahun ke depan, serta menyampaikan informasi yang objektif dan benar. Nantinya masyarakat yang menilai mana yang menurut mereka sesuai dengan hati nurani.

            Menurut penulis, dalam mewujudkan pilkada yang berbudaya dan bermartabat sebaiknya di dalamnya harus disusun budaya “Siri’ na Pacce” sebagaimana budaya Bugis-Makassar. Siri’ berarti rasa malu (harga diri), sedangkan pacce’ berarti pedih atau pedas (keras, kokoh pendirian). Jadi pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan orang lain. Siri’ na Pacce yaitu aktualisasi diri yakni kesungguhan seseorang dalam bekerja secara maksimal dengan menggunakan segala potensi-potensi yang ada dalam diri individu. Dengan mengedepankan budaya siri’ na pacce, siri’ yang betul-betul pada tempatnya. Maka rasa malu dan rasa bersalah, yang sangat mendalam dialami pada seseorang ketika tidak mampu menaati aturan yang berlaku di dalam  masyarakat, tidak menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama, tidak mampu menunjukkan sikap disiplin dalam segala aktivitasnya, tidak mampu menjaga amanah yang telah dipercayakan dan sebagainya. Sebab jika hal demikian dimiliki oleh politik. Maka rakyat pun tentu akan bijak dalam memilih, karena pemimpin hadir dipilih oleh rakyat. Tentu sumbangsih pemimpin yang terpilih akan totalitas dalam mengelolah daerah yang dipimpinnya. Pilkada harus dilakukan dengan cara yang bijak, damai dan aman sebagai proses demokrasi. Sehingga nantinya memilih pemimpin yang berkualitas yaitu seorang pemimpin yang akan memperjuangkan, mensejahterakan, dan mengayomi rakyatnya.

0 komentar:

Posting Komentar