MARI BERPILKADA YANG BERBUDAYA DAN
BERMARTABAT
Oleh:
Nurliah
Demokrasi merupakan salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Secara umum demokrasi diartikan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang masing-masing rakyat atau warga negara memiliki hak yang sepadan atau sama mengenai pemilihan sebuah keputusan yang akan membawa dampak bagi kehidupan warga negara. Sistem demokrasi ini tujuannya adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, maksudnya dalam pemilihan pemimpin langsung dipilih oleh rakyat yang nantinya terpilih akan menjadi pelayan rakyat.
Pemilihan
umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang
berkaudalatan. Pemerintahan negara terbentuk melalui pemilu yaitu yang berasal
dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat, yang diabdikan untuk kesejahteraan
rakyat. Pemilihan umum harus benar-benar dilaksanakan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena, terpilih atau tidaknya
pemimpin yang dapat dipercaya, bergantung pada rakyat.
Miris
adalah kata yang sesuai untuk menggambarkan pemilu di negara kita ini, di
Indonesia. Bagaimana tidak, kecurangan, money
politic (politik uang), black
campaign (kampanye hitam), KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), golput
serta tindakan anarkis tidak lepas dari sistem demokrasi yang berlaku sekarang.
Demokrasi yang diharapkan mampu menjadi solusi ternyata tidak manjur, bahkan
jauh panggang dari api. Demokrasi tidak mampu menjembatani negara ini ke
cita-citanya mensejahterakan rakyat. Hal seperti ini sebaiknya tidak terjadi
dalam pemilu khususnya pilkada tahun ini di Sulawesi-Selatan. Sebab hal
demikian bukanlah karakter budaya orang Sulawesi-Selatan. Sukses demokrasi
secara benar dan adil ditentukan oleh sukses kita dalam menempuh cara yang adil
untuk meraih hasil pilkada yang demokratis dan adil. Saat ini sangat dibutuhkan
disiplin tinggi dan tangguh dalam hidup berbangsa dan bernegara dengan menaati
UU dan berbagai peraturan agar berpilkada secara benar.
Pilkada
sebagai kontestasi politik ibaratnya sebuah pertandingan sepak bola. Adu
strategi dan pola pergerakan. Fokus pada penyerangan atau pertahanan. Adapun
pola yang dimainkan tujuannya untuk mencapai kemenangan. Namun, dalam
pertandingan sepak bola sangat dijunjung tinggi namanya “Fair play” dan
sportifitas. Soyogianya dalam pilkada harusnya demikian juga, bersaing dengan
sehat. Pilkada harus jadi kontestasi yang bermartabat. Jangan sampai pesta
demokrasi rusak oleh racun demokrasi, karena itu sama sekali tidak bermaslahat
bagi kemajuan peradaban dan itu bukanlah karakter budaya kita.
Racun
demokrasi seperti, money politic, black
campaign, KKN, kecurangan serta tindakan anarkis perlu diredam untuk
mencegah terjadinya polarisasi masyarakat, dengan menerapkan peace bulding. Jika menang, menanglah
dengan elegan dan bermartabat, bersaing secara sehat dengan berkampanye yang
sifatnya mengajak masyarakat untuk peduli terhadap daerah. Saat berkampanye
yang disampaikan adalah seputar visi dan
misi untuk memimpin 5 (lima) tahun ke depan, serta menyampaikan informasi yang
objektif dan benar. Nantinya masyarakat yang menilai mana yang menurut mereka
sesuai dengan hati nurani.
Menurut
penulis, dalam mewujudkan pilkada yang berbudaya dan bermartabat sebaiknya di
dalamnya harus disusun budaya “Siri’ na Pacce” sebagaimana budaya
Bugis-Makassar. Siri’ berarti rasa
malu (harga diri), sedangkan pacce’
berarti pedih atau pedas (keras, kokoh pendirian). Jadi pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan
kepedihan atau kesusahan orang lain. Siri’
na Pacce yaitu aktualisasi diri yakni kesungguhan seseorang dalam bekerja
secara maksimal dengan menggunakan segala potensi-potensi yang ada dalam diri
individu. Dengan mengedepankan budaya siri’
na pacce, siri’ yang betul-betul pada tempatnya. Maka rasa malu dan rasa
bersalah, yang sangat mendalam dialami pada seseorang ketika tidak mampu
menaati aturan yang berlaku di dalam
masyarakat, tidak menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama, tidak mampu
menunjukkan sikap disiplin dalam segala aktivitasnya, tidak mampu menjaga
amanah yang telah dipercayakan dan sebagainya. Sebab jika hal demikian dimiliki
oleh politik. Maka rakyat pun tentu akan bijak dalam memilih, karena pemimpin
hadir dipilih oleh rakyat. Tentu sumbangsih pemimpin yang terpilih akan
totalitas dalam mengelolah daerah yang dipimpinnya. Pilkada harus dilakukan
dengan cara yang bijak, damai dan aman sebagai proses demokrasi. Sehingga
nantinya memilih pemimpin yang berkualitas yaitu seorang pemimpin yang akan
memperjuangkan, mensejahterakan, dan mengayomi rakyatnya.







0 komentar:
Posting Komentar